Staff Div. Ke- LDK- an
Mahasiswa, tidak asing lagi bagi kita. Sosok yang diharapkan menjadi agen perubah, yang dibentuk untuk menjadi pemimpin masa depan, yang dipermak untuk bisa menaklukkan dunia. Mahasiswa, ya mereka lah para pemuda. Kesadaran akan peran besar yang diemban oleh para mahasiswa tentu angat dinantikan oleh masyarakat. Bagaimana jika para mahasiswa masih menganggap dirinya hanya sebagai pengguna tanpa memikirkan cara untuk bisa menjadi pencipta? Jika para mahasiswa masih menunggu untuk suatu keajaiban terkait masa depannya tanpa ada usaha? Tentu ini menjadi satu permasalahn yang perlu diberi perhatian khusus.
Mari melirik pada kondisi mahasiswa muslim saat ini. Tidak jarang dari mereka yang tidak paham akan eksistensi mereka di dunia kampus. Dengan kata lain, hanya sedikit yang menunjukkan keseriusan mereka dalam mengemban amanah yang cukup besar sebenarnya. Satu hal yang menjadi sorotan kita adalah bahawa masih banyaknya mahasiswa muslim yang belum menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim. Sangat jauh. Ini adalah satu permasalahan yang akan memicu merebaknya berbagai permasalahan lainnya di dunia kampus.
Berbagai tawuran, pengrusakan gedung perkuliahan, hingga keterlibatan mahasiswa dalam penggunaan obat2an terlarang dan seks bebas, adalah beberapa dampak negative yang lahir sebagai akibat dari minimnya pemahaman agama mereka. Jika hal ini terjadi siapa yang pantas disalahkan? Sungguh ironi jika para birokrasi menyalahkan mahasiswa sepenuhnya, memberi kecaman tegas kepada mereka tanpa menelisik apa penyebab di balik semua ini. Sungguh tidak wajar ketika menyalahkan mahasiswa sementara di sudut lain mereka (para pengambil kebijakan) dengan seenaknya mengesampingkan pendidikan karakter yang sebenarnya buah dari pendidikan agama.
Degradasi moral terjadi seolah sebuah kesengajaan di negara ini. Bahkan mereka tampaknya bangga dengan kebijakan yang mereka buat di lingkungan kampus. Satu kebijakan fatal yang mereka buat adalah pelaksanaan mata kuliah agama pada semester 5 atau 6. Kita tidak tahu apa latar belakang pengambilan kebijakan ini, hanya berbaik sangka saja. Namun mari kita coba kritisi, efek negative kebijakan ini . Mahasiswa sudah terlalu disibukkan dengan tugas2 mata kuliah yang tidak memiliki kaitan apa2 dengan pemahaman agama mereka. Hingga sampai ke tingkat 3 mahasiswa diajak untuk mempelajari agama mereka kembali, dengan sedikit ‘kaku’. Esensinya sudah tidak terasa. Mahasiswa sudah terlanjur disibukkan dengan pikiran2 yang lain hingga mata kuliah agama hanya dirasakan sebagai formalitas saja.
Mungkin ini tidak begitu masalah bagi mereka yang mengikuti organisasi keislaman di kampus atau di sekitar tempat tinggal mereka. Namun bagi yang lain? Mereka yang berasal dari daerah yang notabene kental dengan nilai2 keagamaan namun tidak mendapatkannya di kampus. Apalagi yang memang pada dasarnya mereka yang tidak memperdalam agama di daerahnya. Apa yang akan terjadi dengan kondisi seperti ini?
Melihat realita ini, tentu kita tidak bisa berdiam diri. Audiensi dengan berbagai kalangan termasuk dosen agama serta birokrasi terkait adalah beberapa cara yang dilakukan oleh teman2 dari Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Salah satunya adalah kawan2 dari Unit Kegiatan Mahasiswa Islam (UKMI) Ar- Rahman UNIMED yang merasa terpanggil untuk memperbaiki karakter mahasiswa muslim lewat pendidikan agama. Kegiatan yang mereka lakukan adalah Mentoring melalui Badan Semi Otonom UKMI, ICL (Islamic Character Learning). Di sini, mahasiswa muslim bisa belajar agama Islam gratis yang dibimbing oleh para kakak/ abang yang diseleksi dengan ketat. Output dari kegiatan ini adalah terbentuknya mahasiswa muslim yang ber- Islam dengan baik. Minimal solat lima waktu, baca Al Qur’an, dan berakhlak mulia (berkarakter). Ketiga poin ini akan mengajak diri mereka untuk selalu berbuat kebajikan dimana pun mereka berada. Penjagaan akan selalu dilakukan kepada para mentee (peserta) agar ibadah mereka tetap terlaksana.
Urgensi mentoring sangat dirasakan dalam pembentukan mahasiswa yang berkarakter. Tidak cukup hanya dengan menyisipkan pendidikan karakter lewat beberapa mata kuliah umum, namun perlu mata kuliah khusus. Untuk itu, mentoring harapannya bisa dijadikan sebagai kegiatan wajib bagi mahasiswa muslim minimal di semester awal. Kita tentu tidak ingin degradasi moral ini terus berlanjut sampai nanti menyisakan peneyesalan yang berkepanjangan.
Mahasiswa punya peranan besar dalam bidang apapun. Mahasiswa yang berkarakter adalah sosok yang akan mampu memainkan perannya dengan baik. Pendidikan karakter adalah buah dari pendidikan agama yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Mahasiswa berkarakter hanya akan lahir dari proses pembentukan yang benar dan berkelanjutan. Mentoring hadir sebagai satu solusi cerdas dalam membentuk mahasiswa berkarakter. Mentoring akan membawa mahasiswa pada pemahaman akan peran mereka sebagai agen perubah yang disertai dengan nilai2 keislaman. Semoga mentoring menjadi satu kegiatan rutin di setiap kampus tanah air yang dimonitori langsung oleh pihak birokrasi dan jajarannya. (05/02san)
Subhanallah, Unimed --> Karakter...
BalasHapusDi satu sisi yang tak tersentuh: kenyataannya dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Unimed "juga berdiskusi" baik kepada mahasiswa dan dosen lainnya tentang peletakan mata kuliah PAI (di awal atau di saat terakhir) dengan berbagai pertimbangan. Terbukti pada saat saya mengambil mata kuliah PAI di semester 4, beliau (dosen PAI) sempat menanyakannya sekaligus memvoting kepada mahasiswa. Dan sedikit mencengangkan sebagian besar mereka (kakak kelas) lebih memilih mata kuliah PAI di semester 6 (kebijakan Unimed saat ini). Mengapa? Mereka menjawab, untuk menjadi bekal dan pelajaran pada saat PPL.
Apakah pendidikan Agama Islam hanya dibutuhkan saat menghadapi masyarakat yang begitu heterogen?
Na'udzubillahi min hadzihil fikrah.
Mentoring oh Mentoring...
pendidikan agama tidak bisa diajarkan hanya dalam 12- 16 pertemuan. apalagi dengan kondisi mahasiswa yang kelihatannya sudah tidak interest dengn ini lagi.
BalasHapusmiris melihat kampus yang katanya the character building university namun upaya yang dilakukan seolah menjauh dari misi besar itu.
ya ya ya, semoga mereka memahami kegelisahan hati ini. melihat mahasiswa yang jauh dan dijauhkan dari nilai2 keagamaan padahal kita paham benar bahwa agama adalah pondasi utama kita dalam membentuk manusia berkarakter.
gak perlu berlarut di problema ini, mainkan terusss!
_galau bro? mentoring yo'!_